Wednesday, January 06, 2010

a ROOM in our life

aheee uda lama banget gw ga posting kisah-kisah hidup gw.
hehe
tapi yang kali ini pun bukan kisah gw juga sih hahaha.

entah mengapa tiba-tiba gw pengen banget nge-share suatu artikel yang gw baca dari my most favorite book ever tentunya, I Kissed Dating Goodbye! (written by Joshua Harris)
ada satu bab yang rasanya 'nyesss' banget buat gw.

nah, berhubung yang mau gw share ini merupakan sebuah bab yang posisinya udah di halaman ke-97 dari buku ini :D :D biar lebih nyambung sama isi bukunya, mendingan baca dulu (bagi yang belom) artikel yang sebelumnya udah pernah gw post, SINGLE FOREVER! *silahkan di klik*
emang sih artikelnya bukan bagian dari buku I Kissed Dating Goodbye secara langsung.. cuma maksudnya biar ada gambaran aja gitu kalo intinya buku ini ngomongin tentang apaa :) ga rugi kokk baca artikel yang sebelumnya dulu.. nyesel malah kalo belom baca. ehehehe.. okeoke? okeee, kalau begitu tanpa berlama-lama, silahkan membaca, meresapi, serta membayangkan situasi yang ada dalam artikel luar biasa berikut ini.. *setelah membaca artikel yang di atas itu dulu tentunya :)


***


Delapan~
Masa Lalu yang Dibersihkan: Sebuah Ruangan - Bagaimana Yesus Dapat Menebus Masa Lalu Anda


Saya tidak terbiasa menceritakan mimpi-mimpi saya kepada orang lain, tetapi saya ingin menceritakan kepada Anda satu mimpi khusus yang pernah saya dapatkan.

Sebagai orang Kristen, kita "mengetahui" hal-hal tertentu seperti "Yesus mengasihi saya" dan "Kristus mati bagi orang-orang berdosa". Kita telah mendengar kalimat-kalimat tersebut puluhan kali, tetapi karena seringnya terdengar; maka kemuliaan dari kebenaran-kebenaran tersebut dapat terhalang. Kita harus membersihkan debu yang menutupi kebenaran tersebut dan mengingatkan diri kita pada kalimat-kalimat yang berkuasa mengubahkan kehidupan itu.

Sebuah mimpi yang saya alami di suatu malam yang lembab ketika saya sedang mengunjungi seorang pendeta di Puerto Rico adalah sebuah mimpi yang mengingatkan saya pada hal seperti itu. Inti dari mimpi itu adalah apa yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus bagi Anda dan saya.

Saya membagikan hal ini di sini karena setelah bab mengenai pentingnya mengejar kesucian, kita memerlukan sesuatu yang mengingatkan kita akan anugerah Allah. Bagi beberapa orang, termasuk diri saya sendiri, sebuah diskusi mengenai kesucian adalah suatu latihan untuk menyesali diri--hal itu mengingatkan kita akan kecemaran kita dan saat-saat di mana kita telah gagal.

Mungkin Anda telah membesar-besarkannya. Mungkin Anda memandang masa lalu anda dan berkedip dengan penyesalan yang dalam. Kesucian tampak seperti tujuan yang hilang. Mimpi ini, yang saya beri judul "Ruangan" saya persembahkan untuk Anda.

Antara sadar dan tidak, saya menemukan diri saya di sebuah ruangan. Tidak ada ciri-ciri yang membedakan kecuali sebuah tembok yang ditutupi dengan arsip berisi kartu-kartu indeks kecil.

Kartu-kartu tersebut seperti yang ada di perpustakaan, berisi judul buku berdasarkan nama pengarang atau tema dalam urutan abjad. Tetapi arsip-arsip tersebut, yang terbentang dari lantai sampai langit-langit dan tampaknya tak berakhir dari segala arah, memiliki judul-judul yang sangat berbeda. Ketika saya mendekati tembok arsip tersebut, arsip pertama yang menarik perhatian saya adalah arsip yang berjudul "Gadis-gadis yang pernah aku sukai". Saya membukanya dan mulai membolak-balik kartu-kartu tersebut. Saya cepat-cepat menutup kartu itu, terkejut karena menyadari bahwa saya mengenal nama-nama yang tertulis pada tiap kartu tersebut.

Dan kemudian tanpa diberi tahu, saya tahu persis di mana saya berada. Ruangan tanpa kehidupan dengan arsip-arsip kecilnya adalah sebuah sistem katalog sederhana dari kehidupan saya. Di sana tertulis setiap tindakan saya setiap saat, baik besar maupun kecil, dalam rincian yang tidak dapat ditandingi dengan ingatan saya.

Suatu perasaan kagum dan ingin tahu, disertai dengan ketakutan yang berkecamuk di dalam diri saya ketika saya mulai membuka arsip-arsip itu secara acak dan menyelidiki isinya. Beberapa membawa kenangan manis dan sukacita; yang lain memalukan dan saya sesali sehingga saya akan melihat melalui pundak saya apakah seseorang sedang memperhatikan saya. Sebuah arsip bertuliskan "Teman-teman" bersebelahan dengan arsip berjudul "Teman-teman yang telah kukhianati".

Judul arsip-arsip tersebut bervariasi mulai dari yang biasa sampai yang aneh sama sekali: "Buku-buku yang pernah aku baca", "Kebohongan-kebohongan yang pernah aku buat", "Penghiburan yang pernah kuberikan", "Lelucon-lelucon yang pernah kutertawakan". Beberapa sangat tepat: "Cemoohan yang pernah kusampaikan kepada saudara-saudaraku". Yang lain yang tidak dapat saya tertawakan: "Hal-hal yang telah kulakukan dalam kemarahan", "Gerutuan yang pernah kusampaikan kepada orang tuaku". Saya tidak pernah tidak terkejut melihat isinya. Sering kali ada lebih banyak kartu daripada yang saya perkirakan. Kadangkala ada lebih sedikit kartu daripada yang saya harapkan.

Saya diliputi oleh volume kehidupan yang telah saya jalani. Mungkinkah saya memiliki waktu di usia saya yang 20 tahun ini untuk menuliskan tiap-tiap kartu yang jumlahnya bisa ribuan, atau bahkan jutaan ini? Tetapi setiap kartu menegaskan kebenaran ini. Masing-masing kartu bertuliskan tulisan tangan saya sendiri. Dan setiap kartu saya tandatangani.

Ketika saya menarik sebuah arsip berjudul "Lagu-lagu yang pernah kudengar", saya menyadari bahwa arsip-arsip itu bertambah untuk menampung isinya. Kartu-kartu itu dipak secara ketat, namun setelah dua atau tiga kartu, saya tidak dapat menemukan akhir dari arsip tersebut. Saya menutupnya dengan perasaan malu, bukan karena kualitas musik, tetapi lebih karena banyaknya waktu yang diwakili oleh arsip tersebut.

Ketika saya sampai pada sebuah arsip berjudul "Pemikiran-pemikiran yang didorong oleh hawa nafsu", saya merasakan tubuh saya dingin. Saya menarik keluar arsip itu hanya satu inci, tidak berminat untuk menyelidiki besarnya, dan menarik sebuah kartu. Saya merasa jijik melihat isinya secara terperinci. Saya kesal memikirkan bahwa saat seperti itu juga tercatat.

Tiba-tiba saya merasakan suatu kemarahan seperti seekor binatang. Satu pikiran mendominasi otak saya: "Tidak ada seorang pun yang boleh melihat kartu-kartu ini! Tidak ada satu orang pun yang akan pernah melihat ruangan ini! Aku harus menghancurkan semuanya!" Dengan pikiran kalang kabut itu saya merenggut keluar arsip tersebut. Sekarang ukurannya tidak menjadi masalah. Saya harus mengosongkannya dan membakar kartu-kartu tersebut. Tetapi ketika saya mengambil arsip itu dan memukul-mukulkannya ke lantai, saya tidak dapat mencabut sartu kartu pun. Saya menjadi putus asa dan menarik keluar sebuah kartu, hanya untuk menemukan bahwa kartu itu sekuat baja ketika saya berusaha untuk merobeknya.

Merasa kalah dan benar-benar putus asa, saya mengembalikan arsip itu ke tempatnya. Sambil menyandarkan dahi saya ke tembok, saya mengeluarkan keluhan panjang mengasihani diri sendiri. Dan kemudian saya melihat sebuah arsip lain. Judul arsip itu adalah "Orang-orang yang pernah saya ceritakan tentang Injil". Pegangannya lebih terang daripada yang ada di dekatnya, lebih baru, hampir tidak pernah digunakan. Saya menarik pegangan itu dan sebuah kotak kecil yang tidak lebih dari delapan sentimeter panjangnya jatuh ke dalam tangan saya. Saya bisa menghitung kartu-kartu yang ada di sebelah tangan saya.

Dan kemudian air mata pun mengalir. Saya mulai menangis. Saya terisak begitu hebat sampai rasa sakitnya terasa di perut saya dan mengguncangkan saya. Saya jatuh berlutut dan menangis. Saya berteriak karena malu, sangat malu. Baris-baris rak arsip itu berputar-putar dalam pandangan saya yang dipenuhi air mata. Tidak ada satu orang pun boleh mengetahui ruangan ini. Saya harus menguncinya dan menyembunyikan kuncinya.

Tetapi kemudian saat saya menyeka air mata saya, saya melihat Dia. Tidak, tolong, jangan Dia. Tidak di sini. Siapa pun boleh kecuali Yesus.

Saya memperhatikan dengan pasrah ketika Ia mulai membuka arsip-arsip dan membaca kartu-kartu di dalamnya. Saya tidak tahan melihat respons-Nya. Dan di saat saya memberanikan diri memandang wajah-Nya, saya melihat suatu kesedihan yang lebih dalam daripada kesedihan saya. Seperti dibimbing oleh intuisi-Nya Ia berjalan menuju kotak-kotak yang paling buruk. Mengapa Ia harus membaca setiap arsip?

Akhirnya Ia berpaling dan memandang saya dari seberang ruangan. Ia memandang saya dengan belas kasihan di mata-Nya. Tetapi bukan kemarahan. Saya menjatuhkan kepala saya, menutupi muka saya dengan tangan, dan mulai menangis lagi. Ia menghampiri saya dan merangkul saya. Bisa saja Ia mengatakan begitu banyak hal. Tetapi Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya menangis bersama saya.

Kemudian Ia bangkit dan berjalan kembali ke dinding arsip tersebut. Dimulai dari ujung ruangan yang satu, Ia mengeluarkan sebuah arsip dan satu demi satu, Ia mulai menuliskan nama-Nya di atas nama saya pada setiap kartu.

"Tidak!" saya berteriak, buru-buru menghampiri Dia. Yang dapat saya katakan hanyalah "Tidak, tidak," ketika saya menarik kartu dari-Nya. Nama-Nya tidak seharusnya ada di kartu-kartu ini. Tetapi nama itu telah tertera, ditulis dengan begitu nyata dan jelas dengan tinta merah. Nama Yesus menutupi nama saya. Nama itu ditulis dengan darah-Nya.

Dengan lembut Ia mengembalikan kartu itu. Ia memberikan senyum kesedihan dan melanjutkan untuk menandatangani kartu-kartu itu. Saya tidak akan pernah mengerti bagaimana Ia dapat melakukannya secepat itu, tetapi hal cepat berikutnya adalah saya mendengar Ia sudah berada di arsip terakhir dan kembali ke sisi saya. Ia meletakkan tangan-Nya ke atas pundak saya dan berkata, "Sudah selesai."

Saya berdiri, dan Ia menuntun saya keluar dari ruangan. Tidak ada kunci pada pintu itu. Masih ada kartu-kartu yang akan ditulis.



LEBIH DARI SEBUAH CERITA YANG INDAH

Pertama kali saya menceritakan kisah tentang mimpi saya itu pada tahun 1995 di sebuah majalah yang saya terbitkan. Sejak saat itu saya menerima banyak e-mail dan tanggapan dari banyak orang--bahkan dari mereka yang bukan orang Kristen. Bagi beberapa orang, tidak diragukan bahwa cerita itu bagus, dan walaupun ini bukan kisah nyata, nada religius dan tema pengampunannya membuat mereka merasa senang.

Tetapi ini lebih dari sekedar sebuah cerita yang menghibur hati. Ini bukanlah khayalan. Mimpi itu adalah suatu gambaran tentang apa yang telah sungguh-sungguh dilakukan oleh Kristus ketika Ia mati di atas kayu salib. Ia benar-benar menganggung kesalahan kita. Dan ini berarti lebih dari menuliskan nama-Nya pada sebuah kartu. Hal ini berarti menerima penghukuman dari Allah yang layak diterima akibat kata-kata dan perbuatan-perbuatan berdosa itu.

Inilah yang penting untuk kita mengerti: Hanya dengan menyesali dosa-dosa kita dan meletakkan iman kita di dalam Kristus lah penggantian ini bisa terjadi. Masing-masing kita mempunyai "ruangan" berisi semua perbuatan dan pemikiran berdosa. Tetapi hanya karena kita mengakui hal itu atau menyesalinya tidak berarti kita diampuni. Penyesalan yang mendalam tidak dapat menyelamatkan seseorang. Hanya iman di dalam Kristus yang dapat. Hanya percaya pada kematian dan kebangkitan-Nya bagi kita.



NAMA SIAPA YANG TERTERA DI ATAS KARTU ANDA?

Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa pada suatu hari kelak masing-masing kita akan berdiri di hadapan Allah untuk dihakimi. "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungjawaban tentang dirinya sendiri kepada Allah" (Roma 14:12). Semua "kartu" dari kehidupan kita akan diperiksa oleh-Nya.

Pengharapan saya pada hari itu bukan bahwa saya telah cukup mencatatkan kebaikan untuk menutupi keburukan saya. Pengharapan saya pada hari itu adalah di dalam fakta bahwa saya telah meletakkan kepercayaan saya di dalam Anak Allah yang sempurna. Ia telah membayar hukuman bagi dosa kita. Walaupun saya layak dihukum, walaupun saya bersalah, nama Yesus akan berada di atas kartu-kartu itu.

Bagi orang-orang berdosa seperti Anda dan saya, tidak ada kabar yang lebih baik. Kita dapat diampuni. Setiap pria dan wanita yang percaya pada Yesus dapat disucikan--tidak peduli betapa gelap noda dosa itu.

"Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang" (Roma 13:12). Tak dapat disangkal, beberapa perbuatan kegelapan memiliki lebih banyak hal yang harus dikesampingkan daripada yang lain--lebih banyak kenangan, lebih menyakitkan, lebih banyak penyesalan. Tetapi masa lalu tidak perlu menentukan masa depan kita. Saat ini kita memiliki pilihan-pilihan tentang bagaimana kita akan hidup. Apakah kita akan menetapkan hati kita pada Allah dan berjalan di dalam jalan-Nya?

"Marilah kita hidup dengan sopan," ayat di dalam Kitab Roma melanjutkan, "... jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati... Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya" (Roma 13:13-14).

Tidak ada seorang pun dapat berdiri suci di hadapan Allah. Kita semua berdosa. Tetapi tidak peduli betapa kotor dan cemarnya kita, ketika kita bertobat dan memalingkan hati kita kepada Allah, maka segala ketidaksucian itu lenyap. Allah memakaikan kepada kita jubah kebenaran. Ia tidak lagi melihat dosa kita. Ia mengalihkan kesucian Yesus kepada kita. Jadi lihatlah diri Anda sebagaimana Allah melihat Anda--berpakaian jubah putih bersinar, murni, dan benar.

Mungkin Anda memiliki sebuah kenangan khusus yang terus-menerus menghantui Anda, sebuah kenangan yang membuat Anda merasa tidak layak menerima kasih dan pengampunan Allah.

Berpalinglah darinya. Jangan mengingat-ingat hal tersebut lagi. Jika Anda telah menolak segala perbuatan tersebut, Allah telah berjanji untuk tidak mengingatnya lagi (Ibrani 8:12).

Berjalanlah terus.

Suatu kehidupan yang suci menanti Anda.